Tugas Pertama Presiden Jokowi:

Restorasi Indonesia

Berlakukan UUD 1945 + Diamendemen pada Greget Tri Tunggal: Pembukaan, Batang Tubuh & Penjelasan UUD 1945

.

Oleh Redaksi DasarKita

.

Ternyata, harapan dan keinginan kami pada tugas pertama Presiden Joko Widodo dimaksud di atas, dalam bentuk yang sangat mengagetkan kami justru sudah dicanangkan — lewat visi misi (simak hlm 44b atau hlm 44b.1) — sejak pasangan Jokowi-JK maju sebagai capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) dalam pemilu terkait pada 2014 ini.

Keterkejutan Redaksi ini, kami tuangkan dalam sebuah tulisan (pengeposan terbarui), sebuah renungan akhir tahun 2014  … silakan simak hlm 51a.

.

.

UUD 2002: 4 “amendemen” atas UUD 1945 berlangsung selama 4 tahun, masing-masing 1 “amendemen” per tahun (1999-2002). Berbarengan kerusuhan Ambon (1999-2005) sedang hangat-hangatnya.
Amin Arjoso adalah yang kali pertama memakai istilah “UUD 2002”, karena beliau (bersama beberapa pakar hukum tata negara lainnya) menganggap 4 “amendemen” itu sudah bukan lagi perubahan/amendemen tapi sebuah konstitusi baru yang malah diametral UUD 1945. (Grafis oleh Red DK)

.

.

Dari matriks di atas, tampak berbedaan mencolok antara UUD 1945 (merah) dan UUD 2002 (kuning).

UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan.

Yang oleh Prof Dimyati Hartono disebut,

“[…] merupakan suatu kesatuan atau Tri Tunggal dari Konstitusi yang menunjukkan sistem Konstitusi yang dianut oleh UUD 1945 yaitu Integrated Constitutional System (sistem konstitusional yang terpadu).”

(Problematik dan Solusi Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Prof DR M Dimyati Hartono, SH,  Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm 113-114)  

Sementara UUD 2002, seperti tampak pada warna kuning, Penjelasan tidak ada sama sekali. Meski Pembukaan UUD 1945 tetap dipertahankan. Dengan kata lain, mengutip kembali Prof Dimyati,

“Amandemen telah menghapus Penjelasan dan memasukkan unsur-unsur baru ke dalam pasal-pasal (Batang Tubuh).

Dengan tindakan itu, kaum reformis telah melanggar 2 (dua) hal, yaitu: merusak sistem konstitusi yang terpadu dan sekaligus melanggar ketentuan konstitusional yang dianut oleh UUD 1945 yang asli.

Sebab yang boleh dimasukkan ke dalam pasal-pasal (Batang Tubuh) adalah pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam Pembukaan, bukan nilai-nilai baru yang berasal dari luar Penjelasan atau Pembukaan.

Apalagi dengan menyisipkan hal-hal baru, nilai-nilai baru yang tidak tercantum pada Pembukaan tidak hanya telah merusak sistem konstitusi yang dianut UUD 1945, tetapi juga telah merusak tata nilai yang dianut oleh UUD 1945 yang asli  dan menimbulkan kontroversi karena nilai-nilai baru tersebut bersumber pada paham neoliberalis dan neokapitalis.”

(ibid hlm 114)  

Restorasi Indonesia

Dalam konteks ini, setidaknya dari sepenggal kutipan di atas yang berhulu pada bukunya itu, Prof Dimyati menawarkan solusi atas problematik konstitusi kita. Hari-hari ini. Redaksi kutip ulang sitiran pikiran beliau yang pernah mencagun (muncul) di pengeposan sebelumnya, menyoal era Restorasi Indonesia.

Sebagai bangsa yang cerdas, kita bisa belajar baik dari pengalaman maupun dari kesalahan, tetapi kita juga harus objektif melihat kebutuhan yang merupakan dianamika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bila kita perhatikan, opsi pertama, yang ingin tetap memertahankan hasil Amandemen, jelas tidak bisa diterima karena hal itu tidak konsisten dengan logika konstitusional yang dipakai oleh kaum reformis sendiri, bahwa amendemen bisa dilakukan karena ada kebutuhan sebagai wujud dinamika kehidupan.

Apalagi, hasil amendemen ternyata tidak konseptual dan tambal sulam. Hasilnya merusak dasar dan sistem kenegaraan yang ada pada UUD 1945 yang asli yang telah berlaku sejak tahun 1945.

Opsi kedua yang ingin kembali ke UUD 1945 yang asli saja, juga tidak dapat diterima karena kenyataannya ada kebutuhan hidup berbangsa dan bernegara yang merupakan dinamika kehidupan yang perlu ditampung dalam konstitusi. 

Oleh karena itu, penulis menawarkan opsi ketiga untuk menampung kebutuhan dinamika kehidupan bangsa dan bernegara, tetapi tetap memertahankan sistem dan prinsip konstitusi yang dianut oleh UUD 1945 yang asli.

Opsi ini, di samping mendudukkan kembali prinsip-prinsip dasar bernegara sesuai dengan sistem dan prinsip konstitusi yang dianut oleh UUD 1945 yang asli, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan UUD 1945, juga menampung dinamika kehidupan yang ada.

Dengan demikian, apa yang kita lakukan adalah meletakkan kembali persoalan-persoalan bangsa dan negara ini pada pada porsi yang tepat. Meluruskan hal-hal yang tidak benar dan mengembalikan pada posisi yang tepat. 

Inilah yang dinamakan melakukan Restorasi terhadap Amendemen. 

Restorasi berasal dari kata “to restore” artinya: menata kembali, memugar, mengembalikan ke posisi yang benar.

[…]

Amandemen  yang kita lakukan di masa mendatang bukanlah merombak Pancasila dan UUD 1945, tetapi menata kembali hasil Amandemen UUD 1945 yang keliru dan menempatkannya pada posisi yang benar.

Dan langkah konkretnya adalah memberlakukan kembali seluruh naskah asli UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.

[…]

Zaman Restorasi Indonesia diawali dengan melakukan Restorasi terhadap Amendemen UUD 1945 sebagai penggerak utama memasuki Zaman Restorasi Indonesia.

[…]

(ibid hlm 87-88, 89, 92; simak hlm 39a)

Tugas Pertama Presiden Jokowi: Restorasi Indonesia

Sehingga apabila Jokowi alias Joko Widodo kelak terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia maka tugas pertama Presiden Jokowi: Restorasi Indonesia.

Yang dalam kata-kata Redaksi, Restorasi Indonesia: memberlakukan UUD 1945 plus diamendemen pada greget Tri Tunggal, Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945.

Mungkin banyak yang tidak mufakat dengan gagasan era Restorasi Indonesia Prof Dimyati Hartono. Lamun, hemat kami pemikiran ini yang paling mungkin dilaksanakan untuk Indonesia hari ini.

Karena toh, sudah dimaklumi bersama UUD 2002 itu semestinya batal demi hukum. Dan pernyataan ke arah ini, sangat mungkin diputuskan oleh seorang Presiden Joko Widodo yang didukung parpol notabene pendukung berat pemikiran Soekarno.

Dan Redaksi bayangkan, tidak serta merta diikuti oleh amendemen sesuai greget, semangat dimaksud. Artinya, butuh waktu. Lamun, setidaknya UUD 1945 sudah diberlakukan kembali. Ketidaknormalan kita dalam berbangsa dan bernegara pada hal sangat hakiki sudah ditiadakan dulu.

Bila tidak, sebuah RI perkasa berjati diri 3-sakti (berdaulat bidang politik, berdikari/mandiri bidang ekonomi, berkepribadian budaya sendiri) mungkin akhirnya … Redaksi ragu akan tercapai … kuatir relatif akan lama sekali, untuk tidak mengatakan mustahil. Keburu masalah-masalah elementer berbangsa dan bernegara akan menghadang, mengerem laju kemajuan itu sendiri.*

———

*Warita terbarui 3.143 Perda Bermasalah Telah Dibatalkan Jokowi, dibatalkan Mahkamah Konstitusi … “Tapi kita juga sangat menghargai apa yang sudah diputuskan oleh MK, akan tetapi apapun kita memerlukan penyederhanan perizinan, kecepatan perizinan dalam rangka investasi. Sehingga akan memperbaiki pertumbuhan ekonomi di negara kita,” ucap Jokowi (Kompas.com, 09/04/2017).

Tetapi di lain kesempatan, masih dari warita terbarui (Kompas.com, 24/10/2017), nada Presiden meninggi “Saya masih pusing mengatasi 42.000 peraturan ini,” kata Jokowi saat membuka Rembuk Nasional 2017 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (23/10/2017). […] “Paling tidak separuh hilang, ini mempercepat lari kita. Kita ingin lari, tapi problem-nya di sini.”

 

Seperti sudah terbukti satu dasawarsa terakhir ini. Pertumbuhan ekonomi kita baik-baik saja. Bahkan urutan berikut setelah RRT.

Tapi “keropos” (Indef 2012; simak hlm 27a). Jurang kaya miskin atau Indeks Gini pun ajek bertambah ke angka 1,0 setidaknya dalam 5 tahun terakhir in (simak hlm 39a; sumber: Kompas.com, 21/5/2013).

Pasalnya, itu tadi: kita kehilangan jati diri.

Semoga, PDI-P bersama Jokowi akan menyambut gayung yang sudah diayun-ayunkan (dalam pemahaman pemikiran) Soekarno, nyaris setengah abad terakhir ini sejak salah seorang proklamator kita itu terjungkal oleh imperialisme lewat Kudeta Merangkak (simak hlm 2b.1).

ooOoo

Catatan Redaksi Dasar Kita

Ternyata, harapan dan keinginan kami pada tugas pertama Presiden Joko Widodo dimaksud di atas, dalam bentuk yang sangat mengagetkan kami justru sudah dicanangkan — lewat visi misi (simak hlm 44b atau hlm 44b.1) — sejak pasangan Jokowi-JK maju sebagai capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) dalam pemilu terkait pada 2014 ini.

Keterkejutan Redaksi ini, kami tuangkan dalam sebuah tulisan (pengeposan terbarui), sebuah renungan akhir tahun 2014  … silakan simak hlm 51a.

.

DK-41a-screenshot hlm 51a

[Grafis/screenshot hlm 51a –Red DK]

.

Satu tanggapan »

  1. Just idea.

    Akan lebih baik bila penampilan web ini di perbaharui dengan format tampilan yang lebih menarik.

    Salam.

    Redaksi Dasar Kita

    Terima kasih Widi sudah mampir dan berkomentar positif. Iya, memang betul kata Widi, tampilan kami perlu diperbaharui.

    Beberapa tahun ini sejak pengeposan perdana kami perioritaskan merapikan dulu “isi”-nya. Menyoal yang tidak mudah-mudah amat bahkan untuk kami sendiri: konstitusi kita yang gadungan dan cacat hukum itu.

    Termasuk mencoba membahasaindonesiakan bahan-bahan dari situs di luar Indonesia. Memberikan kelengkapan untuk menyoal sebuah RI yang lebih baik, perkasa, berjati diri, Trisakti. Sebuah RI yang justru pernah bermartabat dan disegani pada kurun 1945-1965.

    Mungkin tidak dalam waktu dekat ini. Tapi keinginan memerbaharui format blog ini adalah salah satu target kami.

    Salam.

    Suka

Tinggalkan komentar