Nasion-Nasion Inginkan Pembebasan: Nasion Sabuk Hitam di Abad ke-21

oleh Vince Sherman & Frank Thomson dengan kontribusi dari Black Uhuru

.

Dibahasaindonesiakan oleh Redaksi Dasar Kita dari risalah Vince Sherman & Frank Thomson, dengan kontribusi dari Black Uhuru, bertajuk Nations Want Liberation: The Black Belt Nation in 21st Century di blognya Sherman Return to the Source  beralamat http://return2source.wordpress.com/2012/06/24/nations-want-liberation-the-black-belt-nation-in-the-21st-century/

Mengacu risalah dimaksud di blognya kamerad BJ Murphy The Prison gate are open … beralamat http://redantliberationarmy.wordpress.com/2012/06/24/nations-want-liberation-the-black-belt-nation-in-the-21st-century/

. 

(Sambungan/habis–dari hlm 22b/klik ini)

.

.

Persoalan Kaum Kulit Hitam di Abad ke-21

Meskipun para warga Afrika-Amerika sebagai rakyat (as a peopleRed) menjadi lebih tersebar ketimbang keberadaan mereka saat Komitern mengeluarkan posisi mereka dari persoalan nasional kaum kulit hitam pada 1930, seluruh syarat-syarat objektif bagi nasionhud kaum kulit hitam—“sesuatu yang dibentuk secara historis, komunitas rakyat yang stabil, terbentuk dari basis, wilayah, kehidupan ekonomi, dan susunan psikologi yang termanifestasikan dalam sebuah kebudayaan yang sama”—tetap eksis hari ini.

Sebuah analisis pada 2011 atas data Sensus AS tahun 2010 yang dilansir Institut Studi-Studi Sebelah Selatan (Institute for Southern Studies–Red), mencatat bahwa di samping pertambahan cepat kaum Latino di Selatan Amerika, terdapat sebuah “dampak yang sama … kembalinya para warga Afrika-Amerika ke negara-negara bagian di sebelah Selatan (Southern states—Red) setelah sedasawarsa eksodus panjang selama era Jim Crow.” (48)

Bertajuk ‘Kekuatan Sabuk Hitam: Para Warga Afrika-Amerika kembali ke Selatan, merubah lanskap (wilayah—Red/Badudu, 2005) politik,’ risalah tersebut membuktikan perubahan yang dibawa gerakan Hak-Hak Sipil telah mendorong banyak warga Afrika-Amerika  untuk kembali pada tanah bersejarah nenek moyang mereka. (49)

Artikel tersebut berlanjut:

“Hasilnya: Sesuai Sensus AS, Selatan berbagi populasi kaum kulit hitam –57 persen—sekarang yang tertinggi sejak 1960. Jumlah yang tetap kurang dari 90 persen yang tercatat sebelum Migrasi Besar (Great Migration—Red), tetapi seperti dilaporkan New York Times awal tahun ini, terjadi perubahan dramatis.” (50)

Peta populasi para warga Afrika-Amerika menunjukkan demarkasi yang jelas region ‘Sabuk Hitam’ di mana lebih dari setengah populasi kaum kulit hitam bermukim. (51)

Nasion Sabuk Hitam, seperti ditunjukan melalui Data Sensus 2010

Pusat-pusat populasi besar seperti Georgia mengalami peningkatan terbesar dalam migrasi para warga Afrika-Amerika—579.000 sejak tahun 2000—dan banyak dari pertumbuhan ini terjadi di kabupaten-kabupaten (county/ies—Red) tradisional kaum kulit hitam, memberikan pada region tersebut karakter nasional: terus-berekspansi. (52)

Institut Studi-Studi Sebelah Selatan tampaknya menangkap apa yang Sustar dan OSI tidak bisa buat di dalam kesimpulan mereka itu: “Pergeseran itu dapat secara signifikan memerkuat kekuatan politik para warga Afrika-Amerika, khususnya penguatan Sabuk Hitam yang historis itu (mulai–Red) dari Atlantik-tengah sampai Texas timur. (53)

Bahkan bila ada yang setuju bahwa nasion yang terbentuk secara historis dalam Sabuk Hitam dan bubar saat periode pascaperang, data populasi  menunjukkan terjadinya penggabungan yang diperbarui atas nasion kaum kulit hitam di Selatan Amerika.

Nasion Sabuk Hitam berlanjut dalam menghadapi eksploitasi dibawah kuk (beban/yoke—Red/KBBI, 1999/Echols-Shadily, 2005) imperialisme Amerika sebagai sebuah nasion tertindas internal (an internal oppressed nation—Red).

Sebuah laporan yang dilansir oleh Inisiatif Kemiskinan dan Ekonomi Universitas Georgia (University of Georgia’s Initiative on Poverty and the Economy—Red) , mencacat bahwa “11 negara bagian yang menyusun Sabuk Hitam sebelah Selatan telah mengkombinasikan tingkat kemiskinan perdesaan 18,7 persen, yang diterjemahkan menjadi: hampir 1 dari 5 warga desa hidup dalam kemiskinan,” dan “tingkat kemiskinan perkotaan (urban—Red) Sabuk Hitam sebelah Selatan adalah 14,0 persen.” (54)

Dibandingkan dengan zamin (country; untuk membedakan dengan “negara”/state, maupun “negeri” pada konteks kalimat ini—Red) yang lainnya, “Sabuk Hitam sebelah Selatan memiliki tingkat kemiskinan 14,06 persen, sementara tingkat kemiskinan nasional adalah 12,38 persen.” (55)

Pada dirinya (nasion Sabuk Hitam—Red), meski kosentrasi geografis kemiskinan di Sabuk Hitam tidak bisa membuktikan sifat imperialis oleh penindasan kaum kulit hitam lantaran populasi keseluruhan itu tidak memandang ras. Lamun, laporan yang sama dari UGA (Universitas Georgia, negara bagian Georgia/GA—Red) juga menganalisis rincian tingkat kemiskinan di Sabuk Hitam yang memertimbangkan ras, menunjukkan bahwa 26,35 % para warga Afrika-Amerika di sabuk hitam adalah miskin, dengan kaum Latino yang tidak berbeda jauh 22,99 %—walau persentasenya ini kecil terhadap populasi—dan 10,11 % saja dari populasi kaum kulit putih yang miskin. (56)

Mungkin bukti yang paling memberatkan atas kelanjutan imperialis dan neo kolonialis terhadap nasion Sabuk Hitam datang dari Jurnal Perdesaan Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Auburn pada 2010.

Dale Wimberley, sang penulis (di jurnal dimaksud—Red), menganalisis syarat-syarat Selatan Sabuk Hitam versus yang lainnya Selatan Amerika dan seluruh Amerika Serikat dalam studinya, ‘Tren Kualitas Hidup di Selatan Sabuk Hitam, 1980-2005’.

Sambil mencacat bahwa para warga kulit hitam membuat beberapa kenaikan dalam periode ini, Wimberley mencatat bahwa “baik pada 1989 dan 1999, Kaum Kulit Hitam di Sabuk Hitam (Black Belt Blacks—Red) memiliki tingkat [kemiskinan] yang tinggi dibanding Kaum Kulit Hitam di manapun, tetapi Kaum Kulit Putih di Sabuk Hitam (Black Belt Whites—Red) memiliki tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibanding Kaum Kulit Putih di mana pun di Selatan.” (57)

Ia berkesimpulan bahwa “Menyangkut kemiskinan, Kaum Kulit Putih, sebenarnya tampak lebih beruntung tinggal di Sabuk Hitam, berlawanan dengan kaum mana pun di Selatan.” (58)

Penindasan para warga Kulit Hitam di Sabuk Hitam memungkinkan kaum kulit putih di region yang sama untuk hidup lebih baik.

Ada istilah untuk hubungan ini: kolonialisme, di mana sebuah nasion berkuasa atas yang lainnya dengan mengambil alih pemerintah dan sumber-sumber daya dari nasion yang menjadi koloni (colonized nation—Red).

Studi Wimberley diakhiri dengan penilaian serius berikut ini atas Sabuk Hitam:

“Pada tahun-tahun pertama abad keduapuluh satu, beberapa indikator Sabuk Hitam—tingkat pengangguran, pendapatan keluarga rata-rata, tingkat kemiskinan spesifik ras—telah berubah relatif sedikit dibanding region-region lain. Indikator-indikator lain membaik sementara yang lain (ada yang—Red) memburuk, tetapi sebagian besar mengisahkan cerita yang sama: di masa lalu, kondisi kehidupan bagi Sabuk Hitam tidak proporsional, para warga desa lebih buruk dari rata-rata perdesaan lainnya di AS, dan data paling baru menunjukkan mereka tetap demikian.” (59)

Di samping itu, jurnal penilaian-sejawat Perpustakaan Umum Ilmu Pengetahuan Satu (PUIP SATU) (PLoS ONE peer-reviewed Public Library of Science OneRed) menemukan bahwa dalam sebuah studi pada 2012 mengenai harapan hidup di Selatan Amerika “bahwa hanya 45 persen dari orang-orang kulit hitam diharapkan bertahan hidup sampai usia 70 di kabupaten-kabupaten yang sedikit sehat (least healthy counties—Red), sementara di antaranya (sic) 68 persen akan hidup sampai usia itu di kabupaten-kabupaten yang sangat sehat (most healthy counties—Red).” (60)

Pada ‘kabupaten-kabupaten sehat’ yang sama, 77 % kaum kulit putih diharapkan hidup sampai usia 70, dan di ‘kabupaten-kabupaten yang sedikit sehat’, 61 % kaum kulit putih diharapkan hidup hingga 70. (61)

Studi Wimberley yang disebutkan di atas berbicara langsung mengenai kelanjutan eksploitasi imperialis atas nasion Sabuk Hitam. Ia menyimpulkan:

“… Bermula sekitar 1980, para pejabat publik dan kelompok-kelompok kepentingan yang sangat kuat menggerogoti solusi-solusi pentensial bagi para warga Sabuk Hitam serta para warga Amerika lainnya: upah minimum, kompensasi pengangguran, perlindungan hak-hak buruh; Jaminan Sosial (berupa—Red) manfaat-manfaat bagi penyandang cacat; penegakkan antidiskriminasi; perpajakan progresif; pembayaran memadai untuk pekerjaan-pekerjaan pemerintah (kerap diganti dengan pelayanan swasta); perawatan kesehatan dukungan pemerintah; pendapatan yang dibantu pemerintah; pangan dan perumahan bagi kaum miskin.

Para pejabat dan kelompok-kelompok kepentingan itu juga memblokir asuransi kesehatan nasional universal.

Temuan-temuan empiris studi ini menyarankan bahwa serangan-serangan ideologis ini terhadap program bantuan dan upah sosial bagi yang berpenghasilan rendah telah mencederai Sabuk Hitam . (62)

Serangan ini, mengacu pada (risalah—Red) Wimberley, mencederai keseluruhan kaum proletar dan para warga Afrika-Amerika seantero Amerika Serikat.

Lamun, ketidakproposionalan mereka (para pejabat dan kelompok-kelompok kepentingan itu—Red) merugikan para warga Afrika-Amerika yang berdiam di Sabuk Hitam karena berlanjutnya supremasi kaum kulit putih, tatanan neo kolonial yang dikenakan pada nasion kaum kulit hitam.

Termotivasi oleh generalisasi kepentingan-kepentingan kelas berkuasa, pukulan terberat serangan-serangan ini dirasakan oleh nasion Sabuk Hitam karena keberadaan sesungguhnya sistem eksploitasi imperialisme.

Kritik atas persoalan nasional kaum kulit hitam akan berdalih bahwa penindasan para warga Afrika-Amerika berlangsung di seluruh Amerika Serikat dan tak hanya di region tenggara di mana Sabuk Hitam berada.

Tak diragukan lagi ini benar, dan dalam banyak hal para warga Afrika-Amerika secara objektif dapat merupakan suatu nasion yang tersebar.

Lamun, penindasan para warga Afrika-Amerika di sebelah utara dan sebelah barat Amerika Serikat menjadi mungkin justru karena kekejaman neo kolonialisme yang diderita oleh nasion Sabuk Hitam.

James Allen, redaktur Pekerja Sebelah Selatan (Southern Worker–Red) PKAS, pada 1930-an menjelaskan hubungan ini di dalam pamflet 1938, Pembebasan Negro:

“Penindasan kaum Negro di Utara, dalam analisis final, menemukan akarnya pada posisi kaum Negro di Sabuk Hitam.

Untuk itu, dari area yang sangat tereksploitasi dan tertindas ini, kaum kapitalis merekrut para pekerja mereka yang ‘termurah’ untuk industri di sebelah utara serta memeroleh dan terus memeroleh buruh dari kaum Negro di perkebunan-perkebunan kapas, (salah satu dari—Red) beberapa profit surplus yang digunakan untuk memerkuat kekuasaan kapital secara umum. 

Diskriminasi sosial dan politik kaum Negro di Selatan dijalankan sebagai pola bagi diskriminasi serupa di Utara. Sepanjang kaum Negro di Selatan tetap tertindas dan tereksploitasi di dalam sistem sewa semi feodal dari pertanian dan industri terkait erat dengannya, kaum Negro di Utara tetap sebuah minoritas nasional yang tertindas, menderita seluruh diskriminasi ekonomi, sosial, dan politik dari sebuah kelompok semacam itu.” (63)  

Poinnya Allen, secara langsung menyangkal klaim bahwa diaspora (perserakan, pertebaran, seperti bangsa Yahudi tersebar di seluruh dunia sebelum berdirinya Negara Israel—Red/Badudu, 2005) warga Afrika-Amerika meniadakan eksistensi dan tuntutan bagi sebuah nasion kaum kulit hitam serta hak untuk penentuan nasib  sendiri.

Adalah hal biasa di nasion-nasion koloni, menyangkut sektor populasi, untuk beremigrasi ke zamin yang menjajah (colonizing country—Red) dalam mencari peluang pekerjaan dan standar kehidupan yang lebih tinggi, seperti dalam kasus orang-orang India di Inggris atau orang-orang Arab di Prancis dan Jerman.

Lebih dari sekadar membantah eksistensi sebuah nasion penjajah, keberlanjutan eksploitasi dan penindasan yang dirasakan oleh minoritas nasional yang tercerai-berai setelah beremigrasi ke sebuah zamin imperialis, mengkonfirmasikan berlanjutnya penindasan imperialis dari sebuah nasion yang terpisah.

Sejak para warga Afrika-Amerika membentuk nasion mereka sendiri yang terpisah di Sabuk Hitam, kebrutalan polisi, diskriminasi, dan kemiskinan merajalela yang dialami kaum hitam di negara-negara bagian sebelah utara dan barat menanamkan pada mereka karakter dari sebuah minoritas nasional yang tertindas.

Implikasinya bahwa pembebasan untuk seluruh Amerika Serikat pada hakikatnya terikat pada resolusi persoalan nasional yang diajukan Sabuk Hitam. Allen melanjutkan:

“Di Selatan, dan karena itu di Utara juga, kaum Negro hanya dapat diyakinkan kesetaraan yang sesungguhnya dengan memenangkan tuntutan atas hak penentuan nasib sendiri, hal paling terpenting dari semua hak-hak politik demokratis.” (64)  

Data Sensus AS 2010 menunjukkan bahwa diaspora para warga Afrika-Amerika sekali lagi  kembali ke pembentukan Nasion Kaum Kulit Hitam secara historis yang menciptakan syarat-syarat baru untuk perjuangan pembebasan nasional kaum kulit hitam dalam abad ke-21.

Akhir dari supremasi sistem eksploitasi dan penindasan kaum Kulit Putih di Amerika Serikat terikat sangat kuat dengan hak penentuan nasib sendiri bagi nasion Sabuk Hitam.

Hak ini diwujudkan dalam “hak untuk menata sebuah republik Sabuk Hitam di mana kaum Negro akan menjalankan kewenangan pemerintahan … dan menentukan bagi mereka sendiri apakah zamin mereka akan merupakan federasi terhadap Amerika Serikat atau memiliki independensi politik sepenuhnya.” (65)    

Nasion Sabuk Hitam & Revolusi Proletar di Amerika Serikat

Sama seperti penyelesaian persoalan nasional melalui program seperti korenizatsiya yang merupakan hal esensi bagi sukses dan bertahan hidupnya revolusi Oktober 1917 di Rusia, keberhasilan revolusi sosialis di Amerika Serikat akan membutuhkan sebuah aliansi strategis antara kelas pekerja multinasional dan nasion-nasion tertindas di dalam perbatasan (wilayah Amerika—Red).

Di antara nasion-nasion tertindas tersebut adalah nasion yang terkonsentrasi di Sabuk Hitam, nasion Chicano terkonsetrasi di barat daya Amerika Serikat disebut Aztlan, dan nasion-nasion Hawaii di (Lautan—Red) Pasifik. (66)

Secara historis, AS telah menggunakan profit-profit luar biasa itu (super-profits—Red) dan ekstrak (sari pati—Red/Badudu, 2005) kezaliman atas tanah dari nasion-nasion ini dalam rangka memposisikan dirinya sendiri sebagai adidaya imperialis terbesar di dunia.

Dengan demikian, pembebasan nasion-nasion tertindas di dalam AS (sendiri—Red) adalah perlu untuk mengalahkan imperialisme dan menjamin kemenangan revolusi sosialis.

Walaupun proletar kaum kulit hitam menderita paling berat dari sistem supremasi kaum kulit putih ini, penindasan para warga Afrika-Amerika meluas sampai ke seluruh kelas di dalam nasion kaum kulit hitam.

Hal ini menampilkan kesempatan untuk sebuah front persatuan melawan imperialisme, di mana seksi-seksi borjuis kecil kaum kulit hitam dan borjuis nasional kaum kulit hitam dapat berfungsi sebagai sekutu dari proletar kaum kulit hitam dalam perjuangan pembebasan nasional.

Sementara perjuangan untuk penentuan nasib sendiri adalah sebuah tuntutan demokrasi ketimbang sebuah tuntutan sosialis, pembebasan Sabuk Hitam merupakan prasyarat untuk sosialisme di Amerika Serikat. Allen menggambarkan realitas yang kompleks dan pentingnya perjuangan pembebasan nasional kaum kulit hitam:

“Komunisme berupaya untuk membawa rakyat-rakyat  di dunia lebih dekat satu sama lain, untuk menyatukan mereka dalam negara-negara yang lebih dan lebih besar. Partai Komunis AS berupaya untuk menyatukan para pekerja keras Negro dan massa kaum kulit putih dari negeri (iniRed), tetapi tujuan ini tak dapat dicapai kecuali kaum Negro memiliki kemerdekaan—yang sekarang tidak mereka miliki—untuk memasuki  keinginan merdeka mereka sendiri tanpa paksaan ke dalam suatu persatuan seperti itu (such a union—Red).” (67)  

Allen melanjutkan dengan menggambarkan kebutuhan untuk penentuan nasib sendiri yang mencakup hak untuk independen sampai termasuk pemisahan diri:

“Hak penentuan nasib sendiri tidak mesti menunjukkan separasi. Itu artinya, hak untuk berpisah, bila para warga dari republik baru yang diusulkan memilih demikian, dan itu artinya hak untuk tetap sebagai sebuah bagian federasi dari Amerika Serikat, jika hal itu memenuhi kepentingan-kepentingan rakyat Negro yang lebih baik, (hal–Red) yang tergantung keadaan.” (68)

Sementara revolusi proletar adalah dalam lingkup internasional, nasion-nasion tertindas harus mendapatkan hak mereka untuk penentuan nasib sendiri, termasuk hak untuk memisahkan diri, sebelum kemerdekaan sesungguhnya dari federasi independen republik-republik sosialis adalah mungkin.

Tuntutan agar para warga Afrika-Amerika mengsubordinatkan perjuangan mereka untuk perjuangan pembebasan nasional dalam jalan lainnya perjuangan pada periode ini di dalam sejarah, secara fundametal adalah sebuah tuntutan sovinis (chauvinist: … bersifat patriotik berlebih-lebihan—Red/Echols-Shadily, 2005) kaum kulit putih yang berasal dari suatu kesalahpahaman total atas karakter penindasan rasis di Amerika Serikat.

Kaum kulit hitam dipaksa menolak hak mereka untuk penentuan nasib sendiri oleh imperialisme AS, dan hak itu harus menjadi sebuah realitas material sebelum suatu kemerdekaan sesungguhnya dan federasi sukarela dari republik-republik sosialis independen dapat ditempa.   

Di Uni Soviet, revolusi proletar melahirkan akhir dari penindasan imperialis atas nasion-nasion di dalam kekaisaran Rusia, dan Bolsheviks—sebagai bagian terbesar lantaran kontribusi Josef Stalin, minoritas Georgia (Rusia—Red) dan etnik nasional—menghibahkan nasion-nasion tersebut hak untuk penentuan nasib sendiri.

Kelas pekerja multinasional Amerika Serikat dapat mencapai realitas yang sama dan jauh mengunggulinya, tetapi bila revolusi proletariat Amerika ingin berhasil, harus mengingat dan merenungkan kata-kata VI Lenin berikut:

Sama seperti manusia dapat mencapai penghapusan kelas hanya dengan melewati periode transisi dari kediktatoran kelas tertindas, begitu pula manusia dapat mencapai ketakterelakkan penggabungan nasion-nasion hanya dengan melewati periode transisi dari pembebasan seutuhnya atas semua nasion tertindas, artinya, kemerdekaan mereka untuk memisahkan diri. (69)

Referensi

( Tidak diterjemahkan—Red)

.

(1) Lee Sustar, SocialistWorker, “Self-determination and the ‘black belt’,” November 1985, Republished June 15, 2012

(2) Ibid.

(3) “Declaration of Rights of Peoples of Russia,” The Great Soviet Encyclopedia. Moscow, 1957, sec. 19-20. http://bse.sci-lib.com/article022065.html

(4) O. Kussinen. Fundamentals of Marxism-Leninism. Foreign Language Publishing House. 1961. pg. 488.

(5) Ibid., pg. 468.

(6) Zia-Ebrahimi, Reza. “Empires, Nationalities and the Collapse of the Soviet Union,” The School of Russian & Asian Studies. August 5, 2007.http://www.sras.org/empire__nationalities__and_the_collapse_of_the_ussr

(7) Ibid.

(8) Ibid.

(9) Ibid.

(10) Roger Keeran, Thomas Kenny, Socialism Betrayed: Behind the Collapse of the Soviet Union 1917-1991, International Publishers.

(11) Harry Haywood, Black Bolshevik: Autobiography of an Afro-American Communist, Liberator Press, 1978, p.119.

(12) Suster, 1985.

(13) Haywood, Black Bolshevik, pg. 222.

(14) Ibid., pg. 229.

(15) Ibid.

(16) Ibid., pg. 231.

(17) Harry Haywood, Negro Liberation, International Publishers, 1948, p.143.

(18) Haywood, Black Bolshevik, pg. 223.

(19) Josef Stalin, “Marxism and the National Question,” Marxist Internet Archive, March 3, 1913, <http://www.marxists.org/reference/archive/stalin/works/1913/03.htm&gt;

(20) Haywood, Black Bolshevik, pg. 232.

(21) Ibid.

(22) Robin D.G. Kelley, Hammer and Hoe, The University of North Carolina Press, 1990, p.13.

(23) Kelley, pg. 13.

(24) Suster, 1985.

(25) V.I. Lenin, Preliminary Draft of Theses on the Nation & Colonial Question, Peking Foreign Press, 1967, pg. 25.

(26) Ibid., pg. 26.

(27) Kelley, pg. 13.

(28) Suster, 1985.

(29) Kelley, pg. 17.

(30) Ibid.

(31) Ibid.

(32) Kelley, pg. 19.

(33) Ibid.

(34) Ibid., pg. 52.

(35) Ibid., pg. 34-56.

(36) Ibid., pg. 55

(37) Ibid., pg. 44.

(38) Ibid., pg. 47.

(39) Ibid., pg. 92.

(40) Ibid., pg. 122.

(41) Ibid.

(42) Ibid., pg. 147.

(43) Ibid.

(44) Ibid.

(45) Malcolm X, and Archie C. Epps. The Speeches of Malcolm X at Harvard. New York: Morrow, 1969. Print.

(46) Black Panther Party, Ten Point Programhttp://www.marxists.org/history/usa/workers/black-panthers/1966/10/15.htm

(47) Stalin, Marxism & the National Question.

(48) Chris Komm, Institute for Southern Studies, “Black Belt Power: African-Americans come back to the south, change political landscape,” September 28, 2011, http://bit.ly/nGrN4L

(49) Ibid.

(50) Ibid.

(51) Ibid.

(52) Ibid.

(53) Ibid.

(54) University of Georgia, Initiative on Poverty and the Economy, “Black Belt FAQ,” Accessed 6/23/12, http://www.poverty.uga.edu/stats/faq.php

(55) Ibid.

(56) Ibid.

(57) Dale Wimberley, Journal of Rural Social Sciences, “QUALITY OF LIFE TRENDS IN THE SOUTHERN BLACK BELT,1980-2005: A RESEARCH NOTE,” 2010, http://bit.ly/Nxiz98

(58) Ibid.

(59) Ibid.

(60) Maurice Garland, Loop21, “Study Says Blacks In The South Have Lowest Life Expectancy,” April 19, 2012, http://bit.ly/HY9yET

(61) Ibid.

(62) Wimberley, 2010.

(63) James Allen, Negro Liberation, International Pamphlets, 1938, http://www.marx2mao.com/Other/NL38.pdf

(64) Ibid.

(65) Ibid.

(66) Freedom Road Socialist Organization, “Statement on National Oppression, National Liberation, and National Liberation,” http://www.frso.org/about/nq/nq.htm

(67) Allen, 1938.

(68) Allen, 1938.

(69) V.I. Lenin, “The Socialist Revolution and the Right of Nations to Self-Determination,” Lenin on the National & Colonial Questions, Peking Foreign Press, 1967, pg. 6.

Tinggalkan komentar