MK: RSBI Tidak Sesuai Konstitusi.

Penulis : Riana Afifah | Selasa, 8 Januari 2013 | 15:51 WIB

.

Kompas.com, 8/1/2013

  

TERKAIT:

.

JAKARTA, KOMPAS.com  Selasa (8/1/2012) ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kasus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang telah diajukan pada Desember 2011 lalu. Setelah menimbang dan melihat bukti serta keterangan, MK mengabulkan permohonan para penggugat.

Dalam memutuskan kasus ini, MK telah mendengarkan keterangan penggugat yang mengajukan uji materi atas Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak hanya itu, MK juga memeriksa bukti dan mendengarkan pendapat pemerintah serta anggota legislatif.

“Menurut mahkamah, permohonan penggugat ini dinilai beralasan menurut hukum. Mahkamah mengabulkan gugatan tersebut,” kata Hakim Ketua Mahfud MD saat pembacaan putusan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Selasa.

Putusan ini dikeluarkan oleh MK setelah menimbang bahwa keberadaan RSBI dan SBI tidak sesuai dengan konstitusi yang ada. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah biaya yang mahal mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan. Selain itu, pembedaan antara RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.

Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam tiap mata pelajaran di sekolah RSBI-SBI juga dianggap dapat mengikis jati diri bangsa dan melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap penggunaan dan pelestarian bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.

Seperti diketahui, materi yang digugat adalah Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal ini telah menjadi dasar hukum penyelenggaraan sekitar 1.300 sekolah berlabel RSBI. Dengan keputusan MK ini, berarti status RSBI harus dihapus dan penyelenggaraan satuan pendidikan berkurikulum internasional juga tak lagi diperbolehkan.

Editor : Caroline Damanik

ooOoo

Catatan Redaksi Dasar Kita

Alasan Redaksi memuat utuh warita Kompas.com terkait isu RSBI-SBI ini (sekaligus tanggapan kami atas isu ini) dapat disimak di hlm 28 atau klik ini; yang juga sudah pernah disinggung—lewat pola terbarui (update)—di hlm 27a atau klik ini.

Lamun (namun), dengan hadirnyanya tulisan Yudhistira ANM Massardi di Kompas.com (14/1/2013) bertajuk RSBI: Rusak Sudah Bangsa Ini (selanjutnya disingkat: RRSBI) Redaksi tergelitik membidas (merespons).

Pertama, Redaksi tentu saja menyambut positif RRSBI yang pada intinya menentang RSBI-SBI.

Lamun di sisi lain, ini poin kedua kami.

RRSBI merupakan salah satu contoh pendekatan bukan strukturalis atau nirmaterialis atas sebuah kasus di masyarakat kita. Pendekatan materialis yang Redaksi sedang gandrungi dan pelajari setelah hampir 3 dasarwarsa silam sosiolog kondang Arief Budiman melansir pendekatan ini  di HIPIS Palembang, 1984. (Simak hlm 2a atau klik ini.)

Pendekatan materialis yang disebut Arief dalam makalahnya itu, “… Perbaikan hanya dapat dilakukan melalui perombakan sistem kemasyarakatan tersebut (di samping, tentu saja, perbaikan individual.”

Atau secara singkat Arief menjelaskan pendekatan materialis ini di dalam bukunya Teori Pembangunan Dunia Ketiga (1995): Teori Struktural sering dianggap bersumber pada teori yang dilontarkan oleh Karl Marx, terutama teorinya tentang bangunan bawah atau basedan bangunan atas atau superstructure. (Simak hlm 23a atak klik ini.)

Atau dalam kalimat Redaksi di hlm 23a itu: Artinya, perubahan yang Arief tawarkan itu pada basis (dari formasi sosial kapitalistis ke formasi sosial sosialistis) sehingga superstruktur (kualitas manusia pada proses regenerasi) akan mengikuti.

Pertanyaan sederhananya, lalu apa keberatan Redaksi terhadap pendekatan nirmaterialis RRSBI?

Pertama-tama, seturut secuil upaya Redaksi untuk ikut menegakkan Pancasila-UUD45, RRSBI tidak menyoalkan sama sekali konstitusi awal kita, UUD 1945, yang justru menjadi alasan utama Mahkamah Konstitusi membubarkan RSBI-SBI tersebut.

RRSBI “sibuk” urusan individu, seperti rekomendasi yang ditawarkan Yudhistira di akhir tulisannya itu. Tentu saja, tidak ada yang salah dengan “kesibukan” dan rekomendasi itu, seperti Arief  sendiri akui secara implisit di kutipannya di atas. Tetapi dengan mengabaikan UUD 45, apalagi konstitusi awal ini sudah masuk kotak setidaknya menurut pemahaman Redaksi (simak hlm 21a/klik ini, hlm 22a/klik ini), RRSBI abai menarik ajar esensial dari bubarnya RSBI-SBI.

Sehingga, dengan segala maaf, Redaksi terpaksa harus mengatakan bahwa perjuangan kemerdekaan jilid 2 untuk menghapus UUD 2002/niramendemen UUD 45 di samping harus berhadapan dengan kaum imperialisme beserta para begundalnya, pendekatan nirmaterialis adalah hambatan besar lainnya.

Tinggalkan komentar