.

2a. Mengenai Blog Ini (2/3) — Formasi Sosial Sosialistis

.

Simak juga

hlm 2b. Mengenai Blog ini (3/3) — Sosialisme “… yang Buruk” Pasca-Soekarno

berserta lampiran-lampirannya di

hlm 2b.1, hlm 2b.2, hlm 2b.3, hlm 2b.4, dan hlm 2b.5

.

Di Mengenai Blog ini (1/3), disebutkan bahwa istilah “formasi sosial sosialistis” adalah dari pandangan Arief Budiman (HIPIS Palembang, 1984).

Yang Redaksi maksud, adalah pandangan DR Arief Budiman dalam sebuah makalahnya bertajuk “Menciptakan Masa Depan Indonesia yang Lebih Baik. Masalah Ilmu Sosial dan Proses Regenerasi”. Disampaikan pada “Seminar Nasional Kualitas Manusia dalam Pembangunan”, 19-22 Maret 1984, di Palembang. Penyelenggara adalah Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial  (HIPIS) (Kutipan utuh makalah ini simak pengeposan terbarui hlm 44a dan hlm 45a) .

.

♦ ♦ ♦

.

Sebelum Redaksi mengulas secara selayang pandang (lebih tepatnya menyinggung sekilas) pemikiran Arief itu pada kesempatan lain (pengeposan-pengeposan terbarui, untuk lebih memerjelas benang merah blog ini), berikut ini kutipan lengkap penutup makalah dimaksud. Tertuang di bawah subjudul:

.

Regenerasi: Apa yang Harus Dilakukan?

.

Apa yang mau saya nyatakan dengan uraian di atas dapat disingkatkan seperti di bawah ini:

.

1. Salah satu persoalan yang harus kita pecahkan untuk membuat pembangunan di Indonesia berhasil menciptakan masyarakat adil-makmur adalah mengendalikan keserakahan manusia akan harta benda. Ini kualitas yang harus kita usahakan tumbuh dalam proses regenerasi.

2. Dalam membicarakan asal (muasal) keserakahan, ada yang berpendapat bahwa keserakahan manusia bersumber pada manusia itu sendiri, karena itu dapat diperbaiki melalui pendidikan perorangan. Ada lagi yang berpendapat bahwa sumber dari keserakahan manusia terdapat pada sistem kemasyarakatannya, yang kemudian menjelma di dalam pribadi warga masyarakat tersebut secara individual. Perbaikan hanya dapat dilakukan melalui perombakan sistem kemasyarakatan tersebut (di samping, tentu saja, perbaikan individual). Saya lebih menyetujui pandangan yang kedua ini.

3. Sistem kemasyarakatan yang menjadi sumber dari keserakahan manusia ini adalah sistem kapitalisme. Indonesia pada saat ini juga mengikuti sistem ini dalam melaksanakan pembangunannya. Karena itu, menurut saya, untuk menciptakan generasi yang lebih baik di masa depan (dalam menciptakan manusia-manusia yang tidak kurang serakah), sistem kapitalisme ini harus diubah.

4. Sistem apa yang menggantikan sistem kapitalisme di Indonesia? Menurut saya, sistem sosialisme. Ada dua alasan pokok:

a. Sistem ini memang sudah dikenal dalam masyarakat tradisional kita, yakni dengan nama gotong royong (= masohi; lihat Catatan Redaksi butir c di akhir tulisan ini–Red blog Dasar Kita). Kemudian, kalau kita membaca pokok-pokok pikiran dari pendiri negara ini, dari Cokroaminoto sampai kepada Soekarno-Hatta ketika mereka berjuang melawan Belanda dulu, cita-cita mendirikan masyarakat sosialis selalu tercermin kuat.

b. Sistem ini dinyatakan secara kuat pula dalam ideologi negara kita sekarang, yakni Pancasila dan UUD’45. Dengan mudah kita temui cita-cita sosialisme dalam dokumen-dokumen politik kita.

Tapi hendaknya dicatat pula, bahwa dengan sosialisme yang saya nyatakan di atas, bukan berarti kita harus mengikuti secara mentah-mentah sistem negara-negara sosialis yang ada. Yang saya terima adalah social formation sosialistis bagi Indonesia, di mana kita memerhatikan macam-macam mode of production yang ada di Indonesia sekarang. Adanya kesadaran akan perbedaan perkembangan sejarah dari masing-masing negara membuat mungkin kita menciptakan sistem sosialisme yang khas Indonesia. Yang ada sekarang, menurut saya, adalah sistem kapitalisme yang khas Indonesia.

5. Pada titik inilah ahli-ahli ilmu sosial dapat membantu proses regenerasi, yakni dengan secara ilmiah memelajari sistem sosialisme (atau sistem lain, kalau sistem sosialisme tidak dianggap sebagai alternatif yang tepat untuk menggantikan sistem kapitalisme yang ada) yang bagaimana yang paling baik untuk Indonesia, dan bagaimana cara paling baik untuk melakukan proses perombakan ini.

Untuk maksud yang kedua ini, social formation kapitalistis yang ada di Indonesia sekarang perlu dipelajari secara rinci: kekuatan dan kelemahannya, kontradiksi-kontradiksinya, hubungan antara sistem dan sub-subsistemnya, dan sebagainya. Studi-studi seperti ini, masih sedikit dilakukan oleh ahli-ahli ilmu sosial kita sekarang…

.

Catatan Redaksi Dasar Kita

a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua Cetakan Kesepuluh, 1999 (selanjutnya KBBI) (atau terbarui versi KBBI daring/dalam jaringan/online), memaknai istilah-istilah berikut.

sosialis orang, golongan, negara yang menganut paham sosialisme; penganut sosialisme.

sosialistis bersifat sesuai dengan sosialisme; [versi KBBI daring] bersifat atau sesuai dengan sosialisme; bersifat memihak kepada kepentingan masyarakat.

kapitalis kaum bermodal; orang yang bermodal besar; golongan atau orang yang sangat kaya.

kapitalistis berkenaan dengan sistem kapitalisme; cenderung kepada permodalan pribadi atau pedagang yang besar.

Sehingga dalam blog ini Redaksi menggunakan, misalnya, istilah “formasi sosial sosialistis” atau “formasi sosial kapitalistis”.

Terkait hal ini, tulisan Arief di atas disesuaikan, disunting mengikuti pemaknaan KBBI  (atau terbarui versi daring) tersebut.

b. Dalam tulisan Arief di atas ada kata-kata yang tidak sesuai dengan naskah aslinya. Semisal asal muasal menjadi asal (muasal), atau memperhatikan menjadi memerhatikan. Ini semata upaya untuk mengikuti cara penulisan Bahasa terkini, setidaknya yang diyakini Redaksi. Tanpa sedikit pun bermaksud menyunting isi tulisan.

c. “Masohi” adalah serapan dari bahasa Melayu Ambon bermakna gotong royong. Untuk keterangan lebih lanjut lihat catatan kaki 1 hlm 1 “Mengenai Blog Ini”, klik ini. Gotong royong sendiri, seperti kita ketahui bersama, adalah perasan terakhir atau sari pati dari Pancasila. (Simak hlm 9a Soekarno, Pidato Lahirnya Pancasila, klik ini)

Tinggalkan komentar