Merana di Istana

.

Penulis: Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group

.

Sumber: mediaindonesia.com, Selasa, 16 Agustus 2016 05:32 WIB

.

DK-76c-merana di istana-djadjat s

.

DK-76c-merana di istana-djadjat s-2

ISTANA ialah lokus dan penanda kenyamanan. Ia sebuah tempat yang tak sembarang. Ia lebih dari sekadar istimewa. Segalanya ada dan terjaga. Ketertiban pastilah menjadi salah satu hal utama. Namun, koleksi lukisan Istana Presiden, yang dirintis Bung Karno dengan ‘berburu’ lukisan sejak zaman penjajahan, mungkin pengecualian. Benda-benda seni itu mengalami ironi. Puluhan lukisan, dari sekitar 3.000 lukisan, dalam kondisi rusak, bahkan ada yang rusak berat. Karya pelukis Henk Ngantung yang bertajuk Memanah ialah salah satunya.

Karya-karya itu berpuluh tahun menghiasi Istana Presiden Jakarta, Bogor, Cipanas, Yogyakarta, dan Tampaksiring, Bali. Sebagian karya terpampang di dinding Istana, sebagian besar tersimpan dalam gudang. Benda-benda seni itu tak terawat dengan semestinya. Tak ada anggaran, itulah alasannya. Sebagian kecil dari ribuan lukisan koleksi Istana itu, 28 lukisan, selama Agustus dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta. Pameran yang bertajuk 17/71: Goresan Juang Kemerdekaan itu dibuka Presiden Joko Widodo awal bulan ini.

Inilah kali pertama koleksi lukisan Istana dipamerkan secara khusus untuk masyarakat. Jokowi pula yang punya inisiatif menghadirkan koleksi Istana untuk masyarakat.
Pameran dikuratori Mikke Susanto dan Rizky Zaelani. Lukisan itu, antara lain, Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh, Potret HOS Tjokroaminoto karya Affandi, Markas Laskar di Bekas Gudang Beras Tjikampek karya Soedjojono, dan Gadis Melayu dengan Bunga karya revolusioner Meksiko Diego Rievera. Yang istimewa, ada lukisan bertajuk Rini karya Bung Karno berdasarkan sketsa yang dibuat pelukis Dullah, yang waktu itu sebagai pelukis Istana.

Kita tahu Bung Karno presiden dengan banyak bakat. Selain orator ulung, ideolog, organisatoris, ‘Putra sang Fajar’ itu sutradara teater, pelukis, dan arsitek. Ia pecinta seni! Agaknya presiden-presiden berikutnya tak seperti Bung Karno soal emosi mereka pada seni. Karena itu, meski ‘penghuni’ Istana, benda-benda seni ‘warisan’ Bung Karno itu dipinggirkan. “… biarlah mereka (rakyat Indonesia) duduk di hadapan sebuah lukisan dan meneguk keindahan dan ketenangannya sehingga mengisi seluruh kalbu mereka dengan kedamaian seperti itu juga terjadi terhadap diriku. Ya, aku akan mewariskan hasil-hasil seni ini kepada rakyatku.” (buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia).

Namun, semua itu menjadi ironi. Seperti kata Adek Wahyu Saptatinah, mantan kepala pengelolaan benda seni Istana Presiden, urusan koleksi benda seni belum mendapat perhatian. Seperti dimuat majalah Tempo, 14 Agustus 2016, jangankan soal anggaran, untuk perawatan saja tak disentuh. Kita berharap setelah koleksi Istana dipamerkan untuk memperingati 71 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, benda-benda seni itu tak lagi mengalami ironi. Tak merana di Istana.

ooOoo

 

.