Ini Penjelasan Sri Mulyani soal Pemutusan Hubungan dengan JP Morgan

.

.

dk-80e-mulyani-jp-morgan

Yoga Sukmana/Kompas.com — Menteri Keuangan Sri Mulyani di Balai Kartini, Jakarta, Senin (19/12/2016)

.

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara seusai memutuskan semua hubungan kemitraan dengan JP Morgan Chase Bank.

Menurut perempuan yang kerap disapa Ani itu, pemutusan hubungan dengan JP Morgan dilakukan setelah pemerintah melakukan evaluasi. Hasilnya, kerja sama JP Morgan dinilai tidak menguntungkan pemerintah.

“Pemerintah Indonesia melakukan kerja sama karena menganggap bahwa ini akan menguntungkan untuk kita dan partner kita,” kata Ani dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/1/2016).

Seperti diketahui, dalam risetnya November 2016, lembaga keuangan tersebut menurunkan rekomendasi investasi di Indonesia dari overweight menjadi underweight.

Riset itu dianggap Kemenkeu berpotensi menimbulkan kesalahpahaman yang dapat mengganggu ekonomi Indonesia yang sedang berjuang untuk tumbuh di tengah pelemahan ekonomi global.

Menurut Ani, pemerintah akan menghormati semua produk yang dilakukan oleh lembaga riset asalkan harus akurat, kredibel, dan jelas metodologi risetnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengatakan, sudah seharusnya semua lembaga partner pemerintah memiliki tanggung jawab menciptakan psikologis yang positif untuk perkembangan ekonomi Indonesia.

“Semakin besar namanya, dia semakin memiliki tanggung jawab lebih besar dari sisi kualitas dan kemampuan untuk menciptakanconfidence,” kata perempuan kelahiran Lampung, 53 tahun silam itu.

Tidak alergi

Meski memutuskan hubungan dengan JP Morgan, pemerintah menegaskan tidak anti-kritik atas hasil riset dari lembaga internasional.

Hanya saja, akurasi, kredibilitas, dan metodologi risetnya harus jelas. Pemerintah, kata Ani, perlu untuk mendengar apa pandangan dari masyarakat luar atau lembaga yang memiliki kredibilitas tinggi. Hal itu dinilai penting untuk melakukan perbaikan internal pemerintah.

Namun, Ani mengingatkan bahwa lembaga yang bekerja sama dengan pemerintah, apalagi memiliki nama besar, memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan psikologi yang positif bagi perekonomian.

“Bukan (justru) melakukan apa yang disebut miss leading. Oleh karena itu, setelah kami melakukan evaluasi, kami ingin seluruhstakeholder mendapat message yang sama. Mari kita bekerja secara positif,” ucap Ani.

“Pemerintah akan melakukan perbaikan dalam seluruh kebijakan fundamental ekonomi kita dan kami harap kebijakan itu di-recognize dan di-report. Kalau memang masih kurang, kami akan perbaiki,” kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

.

dk-80e-mulyani-jp-morgan-v

[Tonton via YouTube — Red DK]

.

Penulis: Yoga Sukmana

Editor  : Aprillia Ika

ooOoo

.

Catatan Redaksi Dasar Kita

Dari hari ke hari nyaris kita disuguhkan pelbagai kiprah “Soekarno Abad XXI” (simak/klik hlm 80a) dalam konsistensinya “hadirkan negara” sesuai Nawa Cita, 9-Agenda Prioritas visi misi pemerintahan Jokowi-JK.

Terlebih di bidang ekonomi, yang sesungguhnya tidak mudah dipahami seluk beluk teknisnya, namun rakyat menangkap ada sesuatu di sana yang dalam bahasa “non-ekonomi” (mengacu salah satu komentar pembaca Kompas.com): “salut…pemerintah tegas…bangga jadi bangsa indonesia”.

Tentu saja, ketegasan-pemerintah satu ini perlu “penjelasan lanjut” khususnya dari para ekonom kita yang — mungkin ini bisa menjadi persoalan tersendiri — membela jalan ekonomi yang ditempuh sesuai visi “Jalan Ideologis Trisakti-Gotong Royong (Pancasila-UUD 1945)” yang diagendakan dalam Nawa Cita itu.

Maksud kami, maaf, tapi para ekonom mana yang di luar pemerintah bisa mengelaborasi Trisakti, salah satu dari konsep Panca Azimat Soekarno yang kental dipengaruhi doktrin Marxian? Terlebih bila kami tengarai bahwa Panca Azimat sesungguhnya “mendahului” konsep reformasi pasar Deng Xiaoping (ibid hlm 80a)?