Di Sudan, AS Menembak Kakinya Sendiri

.

Sumber: Russia Today/RT, alamat: http://rt.com/op-edge/foreign-involvement-in-south-sudan-782/

Waktu publikasi: 25 Desember 2013, Pk 13.20

Dibahasaindonesiakan oleh Redaksi Dasar Kita

.

Seorang tentara TPRS (Tentara Pembebasan Rakyat Sudan/SPLA Sudan People’s Liberation Army—Red DK) berjalan menjauh dari kendaraan di Juba 21 Desember 2013. Para mediator Afrika dicari pada hari Sabtu untuk bertemu para rival Presiden Sudan Selatan dalam upaya untuk mengakhiri pertempuran yang merupakan ancaman untuk menyeret negeri terbaru di dunia itu ke dalam perang sipil etnis. (Reuters / Goran Tomasevic)

Seorang tentara TPRS (Tentara Pembebasan Rakyat Sudan/SPLA Sudan People’s Liberation Army—Red DK) berjalan menjauh dari kendaraan di Juba 21 Desember 2013. Para mediator Afrika dicari pada hari Sabtu itu (21/12–Red DK) untuk bertemu para rival Presiden Sudan Selatan dalam upaya untuk mengakhiri pertempuran yang merupakan ancaman untuk menyeret negeri terbaru di dunia itu ke dalam perang sipil etnis. (Reuters / Goran Tomasevic)

.

Washington lebih tertarik melemahkan Republik di Sudan tersebut dan mendorong Republik Sudan Selatan untuk memisahkan diri, lamun bayang-bayang perang sipil yang membesar dan mengancam akan merusak kepentingan AS di kawasan itu, Abayomi Azikiwe, editor kantor berita Pan Afrika, menuturkan kepada RT.

.

RT: Sebuah kontingen kecil tentara AS sudah di Sudan dan marinir yang bersiap-siap, apakah mungkin melibatkan militer Amerika yang lebih besar?

Abayomi Azikiwe: Ini bisa sangat-sangat mungkin mengarah pada kehadiran yang lebih besar dari AS dan PBB di Republik Sudan Selatan.

Situasi ini sungguh volatil (mudah berubah/menguap—Red/Badudu, 2005).

Kita saat ini sedang menganalisis laporan tentang kemungkinan ditemukannya dua kuburan massal. Satu di ibukota Juba dan yang lainnya di Bor, di ibukota negara bagian Jonglei.

Ada juga yang telah berjuang di negara bagian yang merupakan Kesatuan (Unity state—Red DK) yang semuanya adalah daerah penghasil (producing area—Red DK).

AS telah banyak berinvestasi secara politik di Republik Sudan Selatan dan mereka merupakan kekuatan utama di balik dorongan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan untuk melepaskan diri dari Republik Sudan di bagian utara negeri itu.

Oleh karena itu, mereka (AS—Red DK) berbicara banyak tentang perkembangan yang terjadi sekarang di nasion bermasalah ini .

RT: Washington adalah salah satu kampiun utama pemisahan Sudan Selatan. Mungkinkah meramalkan masalah ini yang dihadapi negeri tersebut hanya di sekitar beberapa tahun belakangan ini?

AA: Saya pikir mereka lebih tertarik untuk melemahkan Republik Sudan.

Sebelum partisi (partition, pembagian menjadi dua—Red DK/Echols-Shadily, 2005), Sudan adalah negara nasion-geografis terbesar di Afrika, juga merupakan negara penghasil minyak yang baru muncul, memproduksi lebih dari 500.000 barel minyak per hari.

Delapan puluh persen konsesi minyak dengan Republik Sudan di Khartoum ditangani oleh Republik Rakyat Tiongkok, di mana kilang-kilang minyak di sana dimiliki negara.

Jadi, adalah langkah berbarengan dari AS, untuk melemahkan pemerintah di Khartoum dan juga untuk mengurangi pengaruh Republik Rakyat Tiongkok di Sudan .

RT: Saat masih satu negeri, Sudan berada di bawah sanksi Amerika, sehingga para raksasa minyak AS tidak bisa melakukan bisnis di sana. Apakah hal ini berubah ?

AA: Ya, di selatan, AS sedang berupaya mengembangkan mekanisme untuk mengeksplorasi minyak.

Masalahnya adalah AS tidak memiliki banyak sumber-daya untuk berinvestasi pada industri minyak di dalam negeri (Sudan Selatan—Red DK).

Presiden Republik Sudan Selatan Salva Kiir pergi ke Tiongkok beberapa bulan lalu untuk mencoba meminta mereka membantu membangun sebuah pipa di mana Sudan bisa mengalihkan aliran minyak yang dari selatan ke utara itu. Namun, Tiongkok menolak untuk membiayai proyek tersebut, meski mereka berjanji untuk memberikan beberapa bantuan.

Ini adalah situasi yang sangat sulit sejauh menyangkut  AS, lantaran negeri tersebut (Sudan Selatan—Red DK) memburuk menjadi perang saudara antara para pengikut Riek Machar, Wakil Presiden yang digulingkan, dan Presiden Salva Kiir.

Hal ini tentu saja akan merusak kepentingan AS di kawasan tersebut, dan juga bisa menyebar ke negara-negara lain di seluruh Afrika Tengah dan Timur .

Para warga sipil antre di luar MPPBBDSS campuran (Misi PPB di Sudan Selatan campuran /UNMISS compound—Red DK) di Bor, pada 18 Desember 2013. (Foto AFP/Rolle Hinedi)

Para warga sipil antre di luar MPPBBDSS campuran (Misi PPB di Sudan Selatan campuran /UNMISS compound—Red DK) di Bor, pada 18 Desember 2013. (Foto AFP/Rolle Hinedi)

RT: Seberapa besar kehadiran perusahaan-perusahaan minyak Amerika di Sudan Selatan?

AA: Di masa lalu selama periode perang sipil pada awal 1980-an perusahaan minyak Chevron memiliki kepentingan di sana. Ada sejumlah besar potensi dalam hal ekstraksi sumber daya minyak dari Sudan Selatan.

Namun masalah yang mereka miliki adalah bahwa minyak telah mengalir ke utara, dan itu sebenarnya telah menjadi sumber untuk banyak masalah antara Khartoum dan Juba karena mereka harus setuju pada syarat-syarat di mana minyak ini diekstrak.

Biaya yang berkaitan dengan itu dan juga ekspor minyak dari selatan ke utara serta ke luar negeri, ke daerah-daerah lain yang merupakan pelanggan dari minyak Sudan.

Kedua nasion telah sangat menderita sebagai akibat dari partisi dan ketidakstabilan yang ajek. Produksi minyak sekarang, bahkan di utara, turun menjadi kurang dari 200.000 barel per hari.

Jadi partisi telah benar-benar melumpuhkan ekonomi baik di Utara maupun di Sudan Selatan.

RT: Apakah mungkin untuk mencegah perang saudara? Apakah bantuan internasional dibutuhkan?

AA: Saya pikir mereka dapat melepaskan diri dari perang saudara besar-besaran , tetapi itu akan menghadirkan intervensi dari Uni Afrika, serta organisasi-organisasi regional lainnya, khususnya Otoritas Pembangunan antarpemerintah (intergovermental Authority on Development—Red DK), yang merupakan organisasi Afrika Timur terdiri dari beberapa negara.

Mereka harus duduk bersama dengan Riek Machar dan Salva Kiir untuk mencoba menyelesaikan konflik ini.

Kita juga harus ingat bahwa pertempuran telah berlangsung selama dua tahun terakhir bahkan di dalam negeri Sudan Selatan sendiri.

Ada kelompok pembangkang yang disebut Tentara Pembebasan Sudan Selatan (South Sudanese Liberation Army—Red DK) yang baru-baru ini mencapai kesepakatan dengan pemerintah di Juba untuk meletakkan senjata mereka, mereka yang terorganisasi sangat baik dan memiliki angkatan bersenjata.

Ada (pula—Red DK) kelompok-kelompok pemberontak dan pembangkang lainnya yang telah beroperasi di berbagai belahan Sudan Selatan.

Ini adalah sebuah negara sangat luas dan masih belum ada keseragaman dalam politik Sudan Selatan sendiri. Jadi, hal itu akan menghadirkan intervensi internasional, tetapi intervensi dalam rangka merundingkan penyelesaian yang layak antara berbagai fraksi di dalam Republik Sudan Selatan.

RT: Apakah Anda pikir situasi di negeri itu bisa stabil? Dan bagaimana hal itu akan berkembang dalam kasus intervensi militer AS ?

AA: Saya pikir dapat distabilkan.

Masalahnya, Sudan Selatan adalah negara muda, mereka memiliki infrastruktur yang sangat terbatas, mereka benar-benar tidak layak sebagai sebuah negara dalam hal fasilitas, kapasitas dalam memberikan pelayanan kepada rakyat.

Saya pikir ini adalah sebuah tragedi ekstrim, Sudan telah tercerai-berai.

Mungkin lebih baik untuk memiliki Sudan Selatan sebagai sebuah daerah otonom, sebagai bagian lebih luas dari Republik Sudan.

Tetapi AS maupun Israel mendorong Republik Sudan Selatan memisahkan diri, berpikir bahwa mereka akan mampu memberikan bantuan kepada pemerintah di Juba. Tapi AS tidak dalam posisi saat ini untuk memberikan bantuan ekonomi substansial apapun bagi Republik Sudan Selatan.

Pada saat yang sama kehadiran militer mereka (AS—Red DK) membebani kontinen Afrika. Jadi pilihan pertama mereka, akan merupakan beberapa jenis intervensi militer terbatas di Republik Sudan Selatan.

Tapi masalahnya, hal ini bisa menyulut ketegangan bahkan ke tingkat yang lebih tinggi.

Dan jika hal ini terjadi, maka pada kenyataannya AS bisa terjebak dalam sebuah rawa di Republik Sudan Selatan.

Dan mereka tidak akan memiliki dukungan dari pemerintah di Khartoum di bawah Presiden Omar Hassan al-Bashir, yang kini menghadapi kemungkinan dakwaan dari Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court—Red DK).

Dan sanksi-sanksi yang dikenakan oleh AS terhadap Republik Sudan Selatan dan (sanksi—Red DK) ekonomi di Republik Sudan di utara—mereka juga dalam keadaan sangat mengerikan.

Ini adalah situasi yang betul-betul kompleks, tetapi AS harus sangat berhati-hati.

Karena jika mereka masuk pada tingkat yang lebih luas, mereka akan sangat mudah terjebak dalam gerilya, dalam sebuah perang sipil dan kehilangan substansial baik sejumlah besar pasukan maupun peralatan militer dalam pertempuran tersebut.

Laporan, pandangan dan opini yang dikemukakan dalam kolom ini adalah semata-mata dari penulis bersangkutan, dan tidak mewakili RT.

ooOoo

Tinggalkan komentar